Saturday, March 9, 2019

Hermeneutika Hukum Dalam Perkembangannya

Hermeneutika hukum adalah ajaran filsafat tentang memaknai dan memahami hukum secara mendalam untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu. Berbicara mengenai hermeneutika hukum tentu akan mengundang banyak perspektif dari kalangan akademisi hukum, sebab hermeneutika hukum merupakan refleksi dari pemikiran yang berasal dari alam logika yang kemudian diinterpretasikan berdasarkan perkembangan dalam kehidupan sosial yang berkaitan dengan suatu peristiwa hukum dan kehidupan yang berasaskan hukum. Dalam kehidupan sosial, manusia dapat menjalankan kehidupannya secara berdampingan antara satu dengan yang lainnya dalam keadaan serasi dan harmoni sebab manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon). Hal ini dilatarbelakangi oleh hukum yang berlaku kepadanya, hukum dapat mensinergikan manusia untuk tetap dapat berjalan ke arah yang semestinya,  walaupun pada kenyataannya masih terdapat manusia yang enggan mematuhi hukum. Begitu hebatnya hukum, dapat mendoktrin otak manusia untuk berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

Hermeneutika Hukum Dalam Perkembangannya

Definisi hukum secara singkat dapat diartikan sebagai serangkaian peraturan yang dibuat secara sistematis dan memiliki sanksi yang mengikat, demi tercapainya keharmonisan antara manusia satu dengan manusia yang lainnya untuk menjalankan norma-norma yang luhur. Namun banyak pula para ahli hukum yang memiliki definisi hukum yang berbeda-beda, sebab hukum memiliki segi yang banyak dan sulit untuk memaknai hukum hanya dalam satu pendapat saja. Setiap gerakan seseorang hampir semuanya memenuhi unsur hukum, misalkan dalam kita berbicara jika kita tidak mampu bijak dalam menjaga pembicaraan kita terhadap orang lain maka akan dapat menimbulkan peristiwa hukum yaitu pencemaran nama baik, fitnah, Hoax. Dengan adanya hukum, segala tingkah laku manusia sebagai subjek hukum dapat dicegah agar tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain, terlebih untuk dirinya sendiri. Selain itu, penerapan hukum juga harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada di tengah masyarakat. Tidak terus menerus menerapkan hukum yang terdahulu, tanpa menyesuaikan dengan perkembangan yang ada, kecuali hukum spiritual yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya (kitab suci). Dengan demikian hermeneutika hukum sangat dibutuhkan untuk mentafsirkan hukum dalam perkembangannya.

Fungsi Hermeneutika Dalam Hukum

Hermeneutika adalah ajaran ilmu filsafat yang mempelajari tentang penafsiran suatu makna. Dalam bahasa Yunani Hermeneutika sama dengan Hermeneuein yang berarti menafsirkan, memahami dan menterjemahkan. Hermeneutika menjadi sarana prioritas guna memecahkan suatu peristiwa hukum yang memiliki multitafsir, dengan kata lain hermneutika berfungsi sebagai kerangka teoritis dalam menginterpretasikan hukum. Tanpa adanya hermenutika yang dapat diaplikasikan dalam suatu metode penafsiran hukum, maka secara otomatis keberlakuan hukum akan menjadi kaku.

Oleh karena itu, hermeneutika mendapat kedudukan dari bagian hukum guna menginterpretasikan hukum sesuai pada koridor hukum yang berlaku. Dengan kata lain, hukum dapat dirasa keadilannya oleh setiap elemen masyarakat luas. Sehingga hukum akan menyesuaikan dengan apa yang terjadi pada kehidupan masyarakat, karena setiap subjek hukum berhak mendapatkan keadilan dan kemanfaatan hukum secara komprehensif.

Hermneutika Dalam Kehidupan Sehari-hari

Keberadaan hermeneutika dalam kehidupan bermasyarakat terdapat pada kebiasaan manusia itu sendiri dalam menjalankan kehidupannya. Setiap manusia memiliki keyakinan tersendiri guna mendekatkan diri kepada Tuhan, salah satunya mengimani kitab suci dari tiap-tiap agama yang telah menjadi hukum personal bagi pemeluknya. Di dalam kitab suci terkandung hukum yang mengatur segala tata cara tingkah laku manusia secara sistematis yang tidak dapat direvisi oleh siapapun, dan hukum di dalamnya tersebut bersifat substansial, dengan adanya hermeneutika dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap manusia yang mengimani kitab sucinya kemudian mereka menjalankan segala aturan yang diperintahkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini di karenakan adanya penafsiran, pemahaman, dan penerjemahan dalam suatu hukum untuk dijalankan sebagaimana mestinya.

Tuesday, March 5, 2019

Hukum Cambuk Di Aceh Melanggar HAM

Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang memiliki ciri khas yang tak dimiliki oleh negara manapun, yaitu suku, budaya, ras dan agama menjadi keistimewaan tersendiri di negara tercinta kita (Indonesia). Segala perbedaan menjadi pemandangan yang sangat menyejukkan di negeri ini, sebab masyarakat hidup berdampingan antara satu dengan yang lainnya dengan berbagai macam kultur yang berbeda. Tidak hanya itu, Indonesia mengakui keistimewaan pada tiap-tiap daerah untuk menjalankan otonomi khusus sesuai dengan kultur daerah tersebut (Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945). Salah satunya Aceh. Dalam menjalankan otonominya Aceh menerapkan hukum cambuk bagi masyarakat Aceh yang melakukan suatu tindak pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hukum cambuk menjadi hukuman alternatif prioritas bagi Pemerintah Aceh untuk menerapkan kemanfaatan hukum yang diinterpretasikan melalui Peraturan Daerahnya (Qanun). Namun di sisi lain, Aceh juga tetap mengadopsi hukum positif sebagai landasan hukum guna memberikan sanksi bagi pelaku kriminal lainnya dalam hal tindak pidana. Sedangkan Qanun sebagai bentuk penerapan keistimewaan hukum bagi pelaku kejahatan dengan memberlakukan hukum cambuk.

Hukum Cambuk Di Aceh Melanggar HAM

Meski Aceh telah menerapkan hukuman cambuk terhadap pelanggar Qanun, bukan berarti penerapannya tanpa rintangan, bahkan terdapat tentangan dari berbagai kalangan baik dalam maupun luar negeri yang beranggapan melanggar hak asasi manusia (HAM). Hukuman pidana cambuk merupakan hukum turunan dari Kitab Suci Al-Quran sebagai pembatas antara kemungkaran dan kebajikan bagi umat muslim seluruh dunia, Aceh menjadi salah satu daerah yang populasi penduduknya beragama Islam terbesar di Indonesia, tak khayal di Aceh menjadi satu-satunya daerah yang berani menerapkan hukum Islam yang mungkin menurut masyarakat umum dipandang tabu, yaitu penerapan hukuman cambuk khususnya bagi pelaku Zina Ghairu Muhshan (yang belum menikah). Meskipun terdapat pro dan kontra terkait hukuman cambuk, namun kesemuanya dapat teratasi sebab masyarakat Aceh yang sangat menjunjung tinggi norma-norma/syariat ke-Islam-an yang mereka jadikan akidah dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.

Qanun Hukum Cambuk Di Aceh

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa hukum cambuk di Aceh diatur dalam peraturan daerah Aceh yaitu Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (hukum pidana terpadu). Qanun tersebut menjadi kepastian hukum terhadap konsekuensi para pelaku yang telah berbuat kriminal khususnya pada daerah otonom Aceh.

Hukum cambuk dianggap masyarakat Aceh sebagai implementasi akidah yang sudah dijunjung tinggi sejak masa kerajaan Aceh, Islam menjadi identitas mayoritas masyarakat Aceh dalam menjalankan kehidupan sebagai makhluk sosial. Tak heran Aceh selalu mengedepankan segala aspek dalam hal ajaran Islam untuk dijadikan suatu pedoman dalam kehidupan, salah satunya dengan menerapkan hukuman cambuk. Walaupun hukuman cambuk dianggap melanggar HAM, namun Pemerintah Aceh khususnya masyarakat luas Aceh tetap dapat menerima segala keputusan untuk dapat menerapkan syariat Islam tersebut.

Nama Lain Hukum Cambuk

Selain hukum cambuk yang sudah cukup familiar untuk kita dengar, istilah/nama lain hukum cambuk yaitu Jilid artinya cambuk/dera. Dalam kitab suci Al-Quran hukum cambuk atau Jilid diperuntukkan bagi para pelaku zina ghairu muhshan (pelaku zina yang belum menikah), jika kedua pelaku (laki-laki dan perempuan) terbukti telah melakukan zina maka sebagai sanksinya mereka akan di cambuk sebanyak 100 (seratus) kali cambukan pada masing-masing pelaku dengan disaksikan oleh orang-orang sekitar, kemudian setelah selesai melaksanakan eksekusi selanjutnya para pelaku diasingkan dengan tidak mempertemukan antara keduanya.

Meski hukum cambuk atau jilid terkesan kejam dan tidak berprikemanusiaan, namun dilihat dari kepastian hukum, hukuman cambuk menjadi konsekuensi bagi para pelaku kriminal yang dapat dijadikan acuan dalam menerapkan keadilan. Segala perbuatan yang bertentangan dengan aturan yang berlaku, maka wajib baginya sanksi yang mengatur. Apapun sanksinya itu menjadi akibat terjadinya sebab yang dilakukan oleh subjek hukum, dan hal tersebut sudah pasti sesuai dan pantas demi terciptanya keharmonisan dan keserasian hukum dalam kemanfaatannya. Salah satunya dengan memberlakukan hukuman cambuk sebagai sanksi yang tegas dan konsekuen.